BAGHDAD, —
Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang menguasai wilayah luas di
Suriah dan Irak, kini dari sisi persenjataan dan kekuatan sudah
melampaui Al Qaeda, kelompok militan yang menjadi asal-usul ISIS.
ISIS yang muncul pada 2004 dengan nama Organisasi Monoteisme dan Jihad (JTJ) awalnya merupakan kelompok yang loyal terhadap pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden. Kelompok ini kemudian berevolusi selama beberapa tahun dan akhirnya menjadi entitas tersendiri dan mencapai puncaknya pada perang Suriah yang pecah sejak 2011.
Pada 2013, pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri memerintahkan pembubaran ISIS. Namun, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi menentang perintah ini dan meneruskan operasi kelompok ini di Suriah.
Lalu, pada Februari 2014, Al Qaeda memutuskan semua hubungannya dengan ISIS, yang menurut para pejabat AS, karena kebrutalan dan kekejaman ISIS yang bahkan tak bisa diterima Al Qaeda. Selain itu, ISIS juga kerap menyerang kelompok-kelompok Islam lainnya.
Meski ISIS kini mengendalikan kota Raqqa, Suriah, sejak tahun lalu, dan Mosul, Irak, sejak Juni, Al Qaeda tetap mempertahankan profil global mereka dengan "cabang" di Somalia, Aljazair, dan Yaman.
Awal pekan ini, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel menyebut ISIS adalah ancaman utama untuk semua kepentingan AS, baik di Irak maupun di belahan dunia lainnya. Hagel bahkan mengatakan ancaman yang ditebar ISIS jauh lebih besar ketimbang ancaman Al Qaeda.
"Kecanggihan terorisme dan ideologi dikawinkan dengan sumber daya yang mereka miliki menciptakan sebuah paradigma dan dinamika baru sebuah ancaman bagi negeri ini," kata Hagel.
Pernyataan Hagel itu menandai "meningkatnya pernyataan retorik" dari pemerintahan AS tak lama setelah video eksekusi James Foley tersebar di dunia maya pekan lalu.
Sebagai respons atas kematian Foley, Presiden Barack Obama menyebut ISIS sebagai kanker, padahal tujuh bulan lalu Obama masih menyebut ISIS sebagai sebuah tim baseball.
Mantan Duta Besar AS dan pakar di Institut Timur Tengah di Washington DC, David Mack, mengatakan, meski ISIS saat ini menikmati dukungan besar pengikutnya, taktik merebut wilayah seperti yang mereka terapkan membuat kelompok ini tak akan berumur panjang.
"Saat ini ISIS tampaknya bisa menggerakkan antusiasme di antara apa yang disebut sebagai komunitas jihad. Namun, kelompok ini tak akan bisa bertahan untuk waktu yang lama," kata Mack.
Al Qaeda juga memiliki strategi berbeda jika dibandingkan dengan ISIS. Demikian ungkap Aymen al-Tamimi, pakar dari lembaga riset Forum Timur Tengah. "Al Qaeda tidak menguasai wilayah seperti yang dilakukan ISIS," ujar Al-Tamimi kepada harian The washington Post.
Charles Lister, seorang peneliti di lembaga riset Brookings Doha Center, saat diwawancara CNN pada Juni lalu—tak lama setelah ISIS memproklamasikan Kekhalifahan Islam—mengatakan akan muncul "dualisme posisi". Al Qaeda lebih menekankan fokus lokal dengan pendekatan yang hati-hati, sedangkan ISIS lapar akan hasil yang cepat.
Sementara itu, Ed Blanche, seorang pakar teorisme, mengatakan, kekuatan Al Qaeda tampaknya sudah terkulminasi dan mereda setelah aksi spektakuler mereka yang menyerang menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001.
"ISIS kemungkinan sudah menenggelamkan Al Qaeda, yang demi tujuannya, memulai aksi dengan 'ledakan besar' dengan serangan 11 September, tetapi sesudahnya langsung menurun," kata Ed Blanche kepada Al Arabiya.
Blanche menambahkan, ISIS mempelajari seluruh perjalanan Al Qaeda. Itulah sebabnya ISIS bisa tumbuh dengan sangat cepat. "ISIS kemungkinan mampu untuk memaksimalkan sumber daya manusia yang secara ideologi jauh lebih siap dibandingkan Al Qaeda. Jadi, ISIS kini menggunakan Al Qaeda sekaligus menenggelamkannya," ujar Blanche.
ISIS yang muncul pada 2004 dengan nama Organisasi Monoteisme dan Jihad (JTJ) awalnya merupakan kelompok yang loyal terhadap pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden. Kelompok ini kemudian berevolusi selama beberapa tahun dan akhirnya menjadi entitas tersendiri dan mencapai puncaknya pada perang Suriah yang pecah sejak 2011.
Pada 2013, pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri memerintahkan pembubaran ISIS. Namun, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi menentang perintah ini dan meneruskan operasi kelompok ini di Suriah.
Lalu, pada Februari 2014, Al Qaeda memutuskan semua hubungannya dengan ISIS, yang menurut para pejabat AS, karena kebrutalan dan kekejaman ISIS yang bahkan tak bisa diterima Al Qaeda. Selain itu, ISIS juga kerap menyerang kelompok-kelompok Islam lainnya.
Meski ISIS kini mengendalikan kota Raqqa, Suriah, sejak tahun lalu, dan Mosul, Irak, sejak Juni, Al Qaeda tetap mempertahankan profil global mereka dengan "cabang" di Somalia, Aljazair, dan Yaman.
Awal pekan ini, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel menyebut ISIS adalah ancaman utama untuk semua kepentingan AS, baik di Irak maupun di belahan dunia lainnya. Hagel bahkan mengatakan ancaman yang ditebar ISIS jauh lebih besar ketimbang ancaman Al Qaeda.
"Kecanggihan terorisme dan ideologi dikawinkan dengan sumber daya yang mereka miliki menciptakan sebuah paradigma dan dinamika baru sebuah ancaman bagi negeri ini," kata Hagel.
Pernyataan Hagel itu menandai "meningkatnya pernyataan retorik" dari pemerintahan AS tak lama setelah video eksekusi James Foley tersebar di dunia maya pekan lalu.
Sebagai respons atas kematian Foley, Presiden Barack Obama menyebut ISIS sebagai kanker, padahal tujuh bulan lalu Obama masih menyebut ISIS sebagai sebuah tim baseball.
Mantan Duta Besar AS dan pakar di Institut Timur Tengah di Washington DC, David Mack, mengatakan, meski ISIS saat ini menikmati dukungan besar pengikutnya, taktik merebut wilayah seperti yang mereka terapkan membuat kelompok ini tak akan berumur panjang.
"Saat ini ISIS tampaknya bisa menggerakkan antusiasme di antara apa yang disebut sebagai komunitas jihad. Namun, kelompok ini tak akan bisa bertahan untuk waktu yang lama," kata Mack.
Al Qaeda juga memiliki strategi berbeda jika dibandingkan dengan ISIS. Demikian ungkap Aymen al-Tamimi, pakar dari lembaga riset Forum Timur Tengah. "Al Qaeda tidak menguasai wilayah seperti yang dilakukan ISIS," ujar Al-Tamimi kepada harian The washington Post.
Charles Lister, seorang peneliti di lembaga riset Brookings Doha Center, saat diwawancara CNN pada Juni lalu—tak lama setelah ISIS memproklamasikan Kekhalifahan Islam—mengatakan akan muncul "dualisme posisi". Al Qaeda lebih menekankan fokus lokal dengan pendekatan yang hati-hati, sedangkan ISIS lapar akan hasil yang cepat.
Sementara itu, Ed Blanche, seorang pakar teorisme, mengatakan, kekuatan Al Qaeda tampaknya sudah terkulminasi dan mereda setelah aksi spektakuler mereka yang menyerang menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001.
"ISIS kemungkinan sudah menenggelamkan Al Qaeda, yang demi tujuannya, memulai aksi dengan 'ledakan besar' dengan serangan 11 September, tetapi sesudahnya langsung menurun," kata Ed Blanche kepada Al Arabiya.
Blanche menambahkan, ISIS mempelajari seluruh perjalanan Al Qaeda. Itulah sebabnya ISIS bisa tumbuh dengan sangat cepat. "ISIS kemungkinan mampu untuk memaksimalkan sumber daya manusia yang secara ideologi jauh lebih siap dibandingkan Al Qaeda. Jadi, ISIS kini menggunakan Al Qaeda sekaligus menenggelamkannya," ujar Blanche.
Label:
berita terkini